Impor Bawang Putih Membawa Bencana Bagi Pihak Terkait

0
Gambar hanya ilustrasi/ source : pixabay

Oleh : Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI)

Kebutuhan bawang putih yang cukup tinggi untuk kebutuhan masyarakat diseluruh wilayah Indonesia terus mejadi permasalahan pemerintahan saat ini, kebutuhan bawang putih yang masih didominasi besar dengan impor, hingga kini masih menjadi polemik yang berkepanjangan.

Walaupun saat ini telah diterapkan wajib tanam bagi para importir bawang putih, namun belum tentu program ini dapat mencapai target swasembada bawang putih dikarenakan penanaman bawang putih lebih spesifik, dibanding tanaman bawang merah yang lebih mudah dapat di budidayakan didataran rendah dan cuaca sedang atau panas, sementara bawang putih hanya bisa bisa ditanam pada dataran yang cukup tinggi (kurang lebih 1200 mdpl) dan iklim yang  dingin. Hal ini juga yang membuat para importir yang disyaratkan memenuhi wajib tanam melakukan kerjasama menanam bawang putih dengan kelompok tani. Program ini telah dicanangkan oleh Kementerian Pertanian hingga tahun 2021, dengan target swasembada bawang putih, artinya untuk mencukupi kebutuhan bawang putih masyarakat masih tetap tergantung dengan impor.

Masih banyak ketidak singkronan antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan dalam pelaksanaan pengadaan bawang putih impor yang mana setiap importir untuk mendapatkan RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura), diwajibkan tanam 5% (lima persen) dari pengajuan kuota bawang putih yang dimohonkan untuk diimpor. Kemudian setelah RIPH dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian, Importir juga wajib mengurus SPIPH (Surat Persetujuan Impor Produk Hortikultira ) pada Kementerian Perdagangan. Namun setelah semua persyaratan yang diperlukan telah cukup dalam mengurus RIPH dan telah diterbitkan oleh Kementerian Pertanian, namun SPIPH tidak dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Padahal  importir telah mengeluarkan biaya besar dalam memenuhi wajib tanam sebelum proses surat RIPH disetujui oleh Kementerian Pertanian.

Akibat panjangnya proses pengurusan RIPH dan SPIPH yang harus dilalui oleh importir, serta tidak ada kepastian waktu penerbitan surat – surat tersebut, sehingga diduga terjadi proses pengurusan yang tidak sesuai prosedur yang baik, seperti yang terjadi saat ini tertangkapnya Anggota DPR RI, Komisi VI, I Nyoman Damantra karena diduga menerima suap dalam pengurusan SPIPH untuk kuota impor bawang putih sebanyak 20.000 ton.

Perlunya penggabungan pengaturan sistem online diantara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan dalam sistem penerbitan RIPH dan SPIPH, akan memberikan satu sistem yang lebih tepat dan cepat. Hal ini perlu menjadi  perhatian bagi  pihak pemerintah maupun di Kementerian terkait, agar dapat menyelaraskan aturan dan teknis dilapangan agar tidak mempersulit importir. 

Seperti yang disampaikan para pejabat di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk memberi kemudahan pengurusan persyaratan impor “apabila telah memenuhi syarat pasti akan diterbitkan ( “untuk mencegah tidak terjadi permasalahan suap atau korupsi pada impor bahan pangan”)   Kementerian terkait harus  benar- benar komitmen menjalankan sistem pelayanan yang baik,benar,ramah dalam pengurusan penerbitan RIPH serta SPIPH dan yang terpenting para pemangku jabatan harus jujur menjalankan tugasnya, Agar tercapai target kinerja yang bersih dan tidak mempersulit para import, serta tidak mengorbankan masyarakat yang selalu mengalami harga bawang putih yang tidak stabil, dan juga dapat benar- benar mendukung program Presiden Joko Widodo untuk mensejahterakan lewat harga pangan yang stabil dipemerintahannya kedepan.

 820 total views,  1 views today