Pemerintah Sebut Tiket Pesawat Saat Inilah yang Wajar

0
foto ist

Penasehat Kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lin Che Wei, mengatakan bahwa harga tiket yang dianggap mahal inilah yang sebenarnya harga yang wajar dan normal, setelah sebelumnya mengalami harga yang tidak wajar alias terlalu murah.

Alasannya jelas, jika harga tiket pesawat terlalu murah, maka secara otomatis ia akan akan membunuh moda transportasi lainnya karena tiketnya tidak laku.

“Harusnya airlines adalah bisnis yang investasi paling besar, paling nyaman, paling cepat. Apabila murah, seluruh moda lain, habis. Airlines predatory pricing, sehingga bus mati dan lain-lainnya mati. Buat saya sebagai pengambil kebijakan, era mana yang sebenarnya harga normal? Kalau saya lihat dari sisi ekonomi era sekarang yang normal,” kata Lin Che Wei di Jakarta, Jumat (09/08/2019).

Lin juga mengatakan, bahwa bisnis penerbangan udara adalah bisnis yang enigma, alias bisnis yang aneh dan membuat bertanya – tanya. Sebab, maskapai udara merupakan jasa transportasi yang paling maju dari segi teknologi, paling cepat, tapi profitnya bagi maskapai udara terkesan marjinal (dianak tirikan), tidak berbeda jauh jarak harganya dengan moda transportasi lain. Inilah yang dimaksud harga yang tidak wajar tadi.

Jadi dengan kata lain, Lin menilai bahwa masyarakat yang berteriak tiket mahal yaitu mereka yang sudah terbiasa dengan adanya tiket murah, sehingga ketika harga tiket kembali normal saat ini kerap dikatakan mahal.

“Karena sudah dinina-bobokan (terbiasa) dulu. Masyarakatnya sudah terbiasa dengan sesuatu yang tidak wajar kan. Kayak sekarang lah kamu naik gojek,” ucap Lin.

Pendapat ini juga diamini oleh pengamat penerbangan, Chappy Hakim. Menurutnya, mahalnya harga tiket pesawat merupakan suatu konsekuensi logis karena pesawat jauh lebih unggul dari segi kenyamanan dan kecepatan dibanding moda transportasi lain.

Chappy juga menjelaskan, naik turunnya harga pesawat juga bergantung pada beberapa faktor, seperti adanya musim libur tertentu dan atau kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

“Harga tiket itu bukan seperti harga pisang goreng yang beberapa tahun kemudian baru naik. Dia ada musim-musim tertentu seperti low season dan peak season. Yang paling dominan biaya operasi dan maintenancenya dibayarkan dalam bentuk mata uang dollar AS sementara pendapatan maskapai berbentuk rupiah,” jelas Chappy.

Kendatipun begitu, Lin tetap memandang agar pemerintah berperan menyesuaikan harga tiket pesawat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya yang mengutamakan hak – haknya sebagai konsumen.

“Sudah menjadi tugasnya pemerintah untuk merumuskan costnya untuk masyarakat lebih affordable, mencegah terjadinya excessive competition, dan oligopoli,” ucap Lin.

“Jadi, harga airline yang terlalu rendah mendistorsi moda lain. Namun harga airline yang terlalu tinggi juga tidak boleh untuk melindungi customer. Kalau saya optimis, ya, saya sudah lihat tercapai beberapa kesepakatan yang baik antara maskapai dan pemerintah,” ujar Lin. (red)

 929 total views,  1 views today